JAKARTA - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 3 (tiga) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif 'Jumat 15 Juli 22 .
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 3 (tiga) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
Tersangka Benny Karmil Sitepu dari Kejaksaan Negeri Karo yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Baca juga:
KPK Apresiasi Peningkatan Skor IPAK 2022
|
Tersangka Harjono Tarigan dari Cabang Kejaksaan Negeri Karo di Tigabinanga yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Hendrik Susilo Simanjuntak dari Kejaksaan Negeri Pematangsiantar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Tersangka belum juga pernah dihukum. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Dalam kesempatan ini, JAM-Pidum menyampaikan bahwa Jaksa diharapkan dapat hadir dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat dalam proses penegakan hukum.
“Kehadiran Jaksa dalam proses penegakan hukum sangat diharapkan karena Jaksa perlu memahami profil tersangka, profil korban, dan bagaimana membuat situasi harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, ” ujar JAM-Pidum.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ( Red )
Nara Sumber : Puspenkum kejagung RI.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|