JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengamati dampak kenaikan harga pangan dan energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, hal tersebut menjadi pukulan bagi daya beli mayoritas masyarakat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.
“Saya meyakini kenaikan harga komoditas strategis seperti pangan dan energi ini telah berdampak luas pada rakyat Indonesia terutama terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah. Ada sekitar 115 juta kelas menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah kebawah yang terguncang dengan persoalan kenaikan harga ini. Pemerintah harus cek, dan temukan solusi agar persoalan ini tidak terus berlanjut, " tutur Akmal dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, Senin (4/4/2022).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, kini masyarakat telah terpukul dengan sejumlah harga pangan yang masih bertahan di harga tinggi, mulai dari minyak goreng hingga cabai rawit merah. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen dan kenaikan harga Pertamax, serta Solar non subsidi pun terjadi. Bahkan solar subsidi terjadi kelangkaan padahal BBM ini menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.
Ia menambahkan, persoalan minyak goreng yang merupakan janji pemerintah untuk menyediakan subsidi dengan harga Rp14 ribu hanya isapan jempol belaka. Minyak goreng curah masih terpantau dengan harganya Rp19.875 per kilogram. Sedangkan minyak goreng kemasan premium melimpah di pasar dengan harga hingga Rp50 ribu rupiah per 2 liter. “Ada kondisi, rakyat tidak punya pilihan dalam membeli produk pangan berupa minyak goreng ini. Di sisi lain ada janji minyak goreng dengan harga ketetapan pemerintah, tapi barangnya tidak ada. Ini sama saja omong kosong, " tukas Akmal.
Baca juga:
Amsakar Tampung Masukan DPRD Batam
|
Legislator dapil Sulawesi Selatan II tersebut menyarankan agar semua komoditas strategis seperti pangan dan energi, mesti pemerintah yang menjadi price leader. Kondisi minyak goreng dimana swasta berkuasa penuh terhadap harga, pemerintah yang memiliki kekuasaan dinilai Akmal tidak mampu mengendalikan pasar yang dikuasai swasta. Menurutnya, seharusnya pemerintah mampu mengendalikan minyak goreng subsidi mulai dari harga hingga ketersediaanya, termasuk distribusinya
“Kondisi saat ini, dapat dipastikan gini rasio meningkat tajam. Yang kekurangan semakin menderita, dan ada sebagian orang yang meningkat kekayaannya akibat pandemi. Tapi pemerintah mesti sadar, bahwa peningkatan jumlah penduduk miskin makin besar, sehingga perlu keterampilan tingkat tinggi di kabinet pemerintah ini untuk mengatasi persoalan mundurnya kualitas SDM negara kita akibat kemiskinan, " pungkas Akmal.